Selasa, 23 Agustus 2011

PERADILAN INTERNASIONAL (PKN)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sistem peradilan internasional adalah salah satu proses yang menjelaskan tentang hubungan peradilan yang bekerja sama secara luas dengan bangsa lain. Karena sisrtem peradilan internasional bersikap luas, maka masyarakat pun juga mengambil andil di dalam pelaksanaannya.
Tujuan utama, yakni mengetahui peradilan internasional secara luas. Selain itu Negara Indonesia juga bisa mengambil contoh peradilan di Negara-negara lain. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, hukum di negara Indonesia menjadi lemah atau tidak menjunjung tinggi keadilan di dalam hukum.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah memperoleh gambaran tentang sistem peradilan internasional dan menjelaskan tentang proses hukum yang adil (layak).

1.3 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Sistem Pe¬¬¬¬radilan Internasional?
2. Terdiri dari apa saja komponen-komponen lembaga Peradilan Internasional?
3. Bagaimana hukum pidana secara layak dan adil itu terlaksana?









BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Peradilan Internasional
Kata sistem dalam kaitannya dengan peradilan internasional adalah unsur-unsur atau komponen-komponen lembaga peradilan internasional yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan dalam rangka mencapai keadilan internasional. Komponen-kompenen tersebut terdiri dari mahkamah internasional, mahkamah pidana internasional dan panel khusus dan spesial pidana internasional.
Setiap sistem hukum menunjukkan empat unsur dasar, yaitu: pranata peraturan, proses penyelenggaraan hukum, prosedur pemberian keputusan oleh pengadilan dan lembaga penegakan hukum. Dalam hal ini pendekatan pengembangan terhadap sistem hukum menekankan pada beberapa hal, yaitu: bertambah meningkatnya diferensiasi internal dari keempat unsur dasar system hukum tersebut, menyangkut perangkat peraturan, penerapan peraturan, pengadilan dan penegakan hukum serta pengaruh diferensiasi lembaga dalam masyarakat terhadap unsur-unsur dasar tersebut.
Dengan demikian tinjauan perkembangan hukum difokuskan pada hubungan timbal balik antara diferensiasi hukum dengan diferensiasi sosial yang dimungkinkan untuk menggarap kembali peraturan-peraturan, kemampuan membentuk hukum, keadilan dan institusi penegak hukum. Diferensiasi itu sendiri merupakan ciri yang melekat pada masyarakat yang tengah mengalami perkembangan. Melalui diferensiasi ini suatu masyarakat terurai ke dalam bidang spesialisasi yang masing-masing sedikit banyak mendapatkan kedudukan yang otonom. Perkembangan demikian ini menyebabkan susunan masyarakat menjadi semakin komplek. Dengan diferensiasi dimungkinkan untuk menimbulkan daya adaptasi masyarakat yang lebih besar terhadap lingkungannya.
Sebagai salah satu sub-sistem dalam masyarakat, hukum tidak terlepas dari perubahan-perubahan yang terjadi masyarakat. Hukum disamping mempunyai kepentingan sendiri untuk mewujudkan nilai-nilai tertentu di dalam masyarakat terikat pada bahan-bahan yang disediakan oleh masyarakatnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di sekelilingnya.
Menurut Wolfgang Friedmann perubahan hukum dalam masyarakat yang sedang berubah meliputi perubahan hukum tidak tertulis (common law), perubahan di dalam menafsirkan hukum perundang-undangan, perubahan konsepsi mengenai hak milik umpamanya dalam masyarakat industri moderen, perubahan pembatasan hak milik yang bersifat publik, perubahan fungsi dari perjanjian kontrak, peralihan tanggung jawab dari tuntutan ganti rugi ke ansuransi, perubahan dalam jangkauan ruang lingkup hukum internasional dan perubahan-perubahan lain.

2.2 Mahkamah Internasional
MI adalah organ utama lembaga kehakiman PBB, yang kedudukan di Den Haag, Belanda. Mahakamah ini mulai berfungsi sejak tahun 1946 sebagai pengganti MIP. Fungsi utama MI adalah untuk menjelaskan kasus-kasus persengkataan intersional yang subjeknya adalah negara. Statuta adalah hukum-hukum yang terkandung.
Pasal 9 Statuta MI menjelaskan, komposisi MI terdiri dari 15 hakim. Ke-15 calon hakim tersebut direkrut dari warga negara anggota yang dinilai cakap dibidang hukum internasional, untuk memilih anggota mahkamah dilakukan pemungutan suara secara independen oleh majelis MU dan Dewan Keamanan (DK). Biasanya 5 hakim MI berasal dari anggota tetap DK PBB, tugasnya untuk memeriksa dan memutuskan perkara yang disidangkan baik yang bersifat sengketa maupun yang bersikap nasihat.
Yurisdiksi adalah kewenangan yang dimiliki oleh MI yang bersumber pada hukum internasional untuk menentukan dan menegakan sebuah aturan hukum, meliputi: memutuskan perkara-perkara pertikaian dan memberikan opini-opini yang bersifat nasihat. Beberapa kemungkinan cara penerimaan tersebut:
1. perjanjian khusus
2. Penundukkan diri dalam perjanjian Internasional.
3. Pernyataan penundukan diri negara peserta statuta MI
4. Keputusan MI mengenai Yurisdiksinya
5. Penafsiran putusan
6. Perbaikan putusan

2.3 Mahkamah Pidana Internasional
MPI adalah Mahkamah Pidana Internasional yang berdiri permanen berdasarkan traktat multilateral, yang mewujudkan supremasi hukum internasional yang memastikan bahwa pelaku kejahatan berat internasional di pidana.
Jenis kejahatan berat pada pasal 5-8 statuta yaitu sebagai berikut:
1. Kejahatan genosida
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan
3. Kejahatan perang
4. Kejahatan agresi

2.4 Panel khusus dan spesial pidana internasional
Panel khusus pidana internasional (PKPI) dan Panel spesial pidana internasional (PSPI) adalah lembaga peradilan internasional yangberwenang mengadili para tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen. Artinya selesai mengadili, peradilan ini dibubarkan.
Perbedaan antara PKPI dan PSPI terletak pada komposisi penuntut dan hakim ad hoc-nya. Pada PSPI komposisi penuntut dan hakim ad hoc-nya merupakan gabungan antara peradilan nasional dan internasional. Sedangkan pada PKPI komposisi sepenuhnya ditentukan berdasarkan ketentuan peradilan internasional.

2.5 Proses Hukum yang Adil atau Layak
Di dalam pelaksanaan peradilan pidana, ada satu istilah hukum yang dapat merangkum cita-cita peradilan pidana, yaitu “due process of law” yang dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan menjadi proses hukum yang adil atau layak.
Secara keliru arti dari proses hukum yang adil dan layak ini seringkali hanya dikaitkan dengan penerapan aturan-aturan hukum acara pidana suatu Negara pada seorang tersangka atau terdakwa. Padahal arti dari due process of law ini lebih luas dari sekedar penerapan hukum atau perundang-undangan secara formil.
Pemahaman tentang proses hukum yang adil dan layak mengandung pula sikap batin penghormatan terhadap hak-hak yang dipunyai warga masyarakat meskipun ia menjadi pelaku kejahatan. Namun kedudukannya sebagai manusia memungkinkan dia untuk mendapatkan hak-haknya tanpa diskriminasi. Paling tidak hak-hak untuk didengar pandangannya tentang peristiwa yang terjadi, hak didampingi penasehat hukum dalam setiap tahap pemeriksaan, hak memajukan pembelaan dan hak untuk disidang dimuka pengadilan yang bebas dan dengan hakim yang tidak memihak.
Konsekuensi logis dari dianutnya proses hukum yang adil dan layak tersebut ialah sistem peradilan pidana selain harus melaksanakan penerapan hukum acara pidana sesuai dengan asas-asasnya, juga harus didukung oleh sikap batin penegak hukum yang menghormati hak-hak warga masyarakat.
Dengan keberadaan UU No.8 Tahun 1981, kehidupan hukum Indonesia telah meniti suatu era baru, yaitu kebangkitan hukum nasional yang mengutamakan perlindungan hak asasi manusia dalam sebuah mekanisme sistem peradilan pidana.
Perlindungan hak-hak tersebut, diharapkan sejak awal sudah dapat diberikan dan ditegakkan. Selain itu diharapkan pula penegakan hukum berdasarkan undang-undang tersebut memberikan kekuasaan kehakiman yang bebas dan bertanggung jawab.
Namun semua itu hanya terwujud apabila orientasi penegakan hukum dilandaskan pada pendekatan sistem, yaitu mempergunakan segenap unsur yang terlibat didalamnya sebagai suatu kesatuan dan saling interrelasi dan saling mempengaruhi satu sama lain.
http://nabilahfairest.multiply.com/journal/item/46/makalah_PPkn

low Q Ricky, Q anak SmP N 1 Banyuwangi,jatim,ind,asia,bumi,bima sakti Q fans nya EInstEin loh!
KAMu PilIh ya Mw Bca yang Mna
Aku Seneng ndongeng lO Download EnglishQ ExPerieNcesQ Geografi KompetensiQ Mathematic PKN SCience SOSIAL Sosiologi StoRies

Kamis, Februari 11, 2010
INSTRUMEN HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL HAM

1. INSTRUMEN HAM INTERNASIONAL
Banyak pakar HAM yang berpendapat bahwa lahirnya gagasan terhadap jaminan hak asasi manusia dimulai dengan adanya perjanjian Magna Charta. Akan tetapi tidak sedikit pula yang meyakini bahwa jaminan HAM sesungguhnya telah tertampung sejak 600 tahun sebelumnya tepatnya dengan lahirnya piagam Madinah pada masa awal Islam. Bahkan menurut Almaududi, perlindungan yang terangkum dalam Piagam Madinah ini lebih komperhensif jika dibandingkan dengan konsep Ham dalam Magna Charta.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa untuk mendapatkan pengakuan terhadap HAM harus melalui perjalanan yang sangat panjang. Oleh karena itu patut kita syukuri bahwa sekarang HAM sudah diakui secara Internasional. Dengan demikian HAM dapat ditegakkan tanpa batas ruang dan waktu.
Pengakkan HAM secara internasional dapay didasarkan pada instrument Ham internasional yang terdiri atas berbagai jenis dasar hokum seperti berikut :
A. Declaration by United Nation (Deklarasi Perserikatan Bangsa – Bangsa)
Deklarasi Perserikatan Bangsa – Bangsa diterbitkan pada tanggal 1 January 1942. Pernyataan tentang HAM dalam deklarasi PBB ini tercermin dalam penggalan kalimat yang berbunyi “bahwa kemenangan adalah penting untuk menjaga kehidupan, kebebasan, independence, dan kebebasan beragama serta untuk mempertahankan Hak Asasi Manusia dan keadilan.”
Berkaitan dengan hal tersebut Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Rossevelt, memberikan pesan yang ditujukan kepada kongres tentang 4 (The four freedom) yang diupayakan untuk dipertahankan di dalam perang. 4 kebebasan tersebut sebagai beikut :
1. Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan (Freedom of Speech)
2. Kebebasan beragama (Freedom of Religion)
3. Kebebasan dari ketakutan (Freedom from Fear)
4. Kebebasan dari kekurangan (Freedom from Want)

B. Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal HAM)
Setelah perang dunia II selesai, PBB akhirnya dapat menghasilkan Uiversal Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember1948 yang terdiri atas 30 pasal. Pernyataan umum HAM atau Deklarasi Universal HAM ini dipengaruhi oleh 4 macam kebebasan yang disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Rossevelt yang telah dijelaskan di atas. Adapun rincian Ham dalam piagam HAM PBB sebagai berikut :
1. Hak Kebebasan Politik (Pasal 2 – 21), berisi kebebasan mengeluarkan pendapat dan berserikat
2. Hak Sosial (Pasal 22 – 23), berisi antara lain kebebasan memperoleh pekerjaan
3. Hak Beristirahat dan Hiburan (Pasal 24)
4. Hak akan Tingkatan Dasar Penghidupan yang Cukup Bagi Penjagaan Kesehatan dan Keselamatan serta Keluarganya
5. Hak Asasi Pendidikan (Pasal 26), antara lain berisi kebebasan memperoleh pendidikan
6. Hak Asasi dalam Bidang Kebudayaan (pasal 27)
7. Hak Asasi menikmati kehidupab social dan internasional (Pasal 28)
8. Kewajiban – kewajiban yang harus dipenuhi dalam melaksanakan hak asasi (Pasal 29 – 30)

Meskipun pernyataan HAM PBB tersebut bukan merupakan konvension atau perjanjian yang harus ditaati oleh semua anggota PBB, semua anggota PBB secara moral berkewajiban untuk melaksanakan pernyataan tersebut. Sekalipun suatu Negara berusaha untuk mengikuti pernyataan tersebut, pada kenyataan pelaksanaannya disesuaikan dengan kepentingan nasional tiap – tiap Negara.

C. Deklarasi Wina tentang HAM bagi NGO
Pada tahun 1973, 2 tahun setelah bubarnya Uni Soviet, di Wina diadakan kofrensi tentang HAM untuk organisasi – organisasi non pemerintah yang menghasilkan deklarasi Wina tentang HAM bagi NGO. Deklarasi ini mengeaskan keuniversalan HAM dan keharusan penerapannya secara menyeluruh atas umat manusia tanpa memperhatikan perbedaan latar belakang budaya dan hukum setempat. Deklarasi ini juga menolak klaim nuansa perbedaan HAM antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lainnya.

2. KASUS – KASUS PELANGGARAN HAM INTERNASIONAL
Pada dasarnya kasus – kasus terjadinya pelanggaran HAM sangat marak terjadi dan telah berlangsung sejak lama. Akan tetapi, perhatian dunia internasional yang diwakili oleh PBB tampak meningkat setelah terjadinya Perang Dunia II yang telah menewaskan banyak umat manusia.
Diantara contoh pelanggarn HAM Internasional yang terjadi menurut urutan waktu sebagai berikut :
a. 1924 di Italia
Benito Mussolini telah mendirikan sekaligus memimpin [aham fasisme di Italia. Ia telah memerintah pada tahun 1924 – 1943 dengan sangat otoriter. Lawan – lawan politik yang tidak segaris dengan pemikirannya ditangkap dan dibunuh. Mussolini telah menduduki Negara asing seoerti Etiophia dan Albania. Ia juga salah seorang pencetus Perang Dunia II dan berkoalisi dengan Hitler untuk melawan sekutu
b. 1933 di Jerman
Adolf Hitler yang berhasil memenangkan pemilu melalui Partai Buruh Jerman Sosialis memimpin Jerman dengan sangat otoriter. Banyak kejahatan kemanusiaan pada waktu itu. Misalnya dengan penangkapan secara masal terhadap lawan – lawan politiknya, pembasmian terhadap orang – orang yahudi, menduduki Chekoslovakia dan Austria serta memicu tejadinya PD II.
c. 1960 di Republik Afrika Selatan
Ketika rezim apartheid yang didominasi orang – orang kulit putih berhasil menguasai pemerintahan di Afrika Selatan, mereka melakukan kebijakan yang merugikan warga kulit hitam. Diantara peristiwa yang memakan korban adalah terbunuhnya 77 orang dari kalangan sipil pada peristiwa Sharpeville. Demikian juga pada tahun 1976 terjadi peristiwa berdarah yang menewaskan banyak warga sipil, terutama murid – murid sekolah.
d. 1979 di Uni Soviet
Negara Uni Soviet atau sekarang Rusia telah melakukan penyerangan berkepanjangan di Afganistan yang berlangsung pada tahun 1979 hingga 1990 an. Sejumlah pasukan perang sebanyak 85 ribu tentara didatangklan dari Uni Soviet untuk bertempur di Afganistan sehingga makan banyak korban, baik militer maupun sipil.
e. 1992 – 1995 di Serbia Bosnia
Pada tahun 1992 – 1995 terjadi perang di Bosnia yang dipimpin oleh Radofan Karadzic. Dalam perang di Bosnia tersebut terjadi pembunuhan masal terhadap 8000 warga muslim Bosnia di Srebenica. Srebenica adalah daerah kantong bagi penduduk Muslim Bosnia. Dalam perang tersebut Radofan Karadzic bertekad untuk melakukan pembersihan etnis kepada warga non Serbia.


3. PERADILAN INTERNASIONAL HAM
Peradilan Internasional mengandung pengertian upaya penyelesaian masalah dengan menerapkan ketentuan – ketentuan hokum internasional yang dilakukan oleh peradilan internasional yang dibentuk secara teratur. Peradilan internasional ini dilakukan oleh Mahkamah Internasional dan badan – badan peradilan lainnya. Berkaitan dengan upaya penanganan pelanggaran HAM internasional, ada beberapa peradilan yang mempunyai kewenangan untuk melakasanakannya seperti berikut.
a. Mahkamah Pidana Internasional (Intenational Crime Court)
International Crime Court merupakan pengadilan internasional yang bersifat permanent untuk mengadili para pelaku kejahatan internasional. ICC dibentuk berdasarkan perjanjian antarnegara yang diber nama Rome Statute of the International Criminal Court atau popular dengan sebutan Statuta Roma tahun 1998. Komunitas internasional melalui Statuta Roma telah menyepakati adanya 4 jenis kejahatan yang masuk dalam kategori kejahatan internasional sebagai berikut :
1) Kejahatan genosida (The crime of genocide)
2) Kejahatan kemanusiaan (Crimes against humanity)
3) Kejahatan perang (War crimes)
4) Kejahatan perang agresi (The crime of aggression)
Berdasarkan Statuta Roma, Mahkamah Pidana Internasional memiliki yurisdiksi untuk mengadili dan meminta pertanggungjawaban individu/perseorangan (Individual criminal responsibility) yang melakukan, memfasilitasi, dan memberikan perintah sheingga menyebabkan terjadinya kejahatan – kejahatan yang berada dalam lingkup kejahatan internasional. Keberadaan ICC telah efektif sejak tanggal 1 Juli 2002 setelah 60 negara meratifikasinya. Namun, ICC berlaku bagi Negara – Negara yang telah meratifikasinya. ICC mempunyai wewenang untuk mengadili kejahatan – kejahatan HAM internasional seperti yang tercantum dalam Statuta Roma.
Selain itu, ICC juga dapat mengadili kasus pelanggaran dengan didasarkan ata resolusi PBB, jika Negara yang bersangkutan dianggap tidak memiliki atau kemauan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ICC merupakan pengadilan komplementar dari suatu pengadilan nasional. ICC ini berbeda dengan International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional. Perbedaannya terletak pada kewenangannya. Mahkamah internasional mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan memutus kasus sengketa antar Negara (Contentious case) yang lebih bersifat keperdataan serta memberikan fatwa (advisory opinion).

1 komentar: